Diskusi Publik KPID – Production House – Lembaga Penyiaran Swasta Berjaringan

KPID DIY

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah DIY mengadakan Diskusi Publik pada Kamis, 16 April 2015. Diskusi publik kali ini mengangkat tema “Mewujudkan Pemenuhan Program Siaran Lokal Bermutu dan Berbudaya”. Acara ini dihadiri oleh 60 peserta dari Lembaga Penyiaran Swasta berjaringan, serta production house yang ada di Yogyakarta. Diskusi publik ini bertempat di Gedung Teatrikal UIN Sunan Kalijaga Yoyakarta. Acara ini dikawal oleh Supadiyanto, sedangkan yang menjadi pembicara diantaranya Sukiratnasari, S.H. (Wakil Ketua KPID DIY), M. Arief Budiman, S.Sn. (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia Pengda DIY), dan Musa Asy’arie (Dewan Pembina PR Media & Mantan Rektor UIN Suka Yogyakarta).

Pada diskusi publik ini, Sukiratnasari memaparkan adanya urgensi tayangan program lokal mengacu pada pasal 31 ayat 3 UU th 2012, pasal 17 PP 50 th 2000. Serta peraturan KPI Pasal 68 No. 02/P/KPI/03/2012. Pelanggaran yang muncul adalah sementara ini LPS belum bisa memenuhi 10% penayangan program lokal. Selain itu, program lokal juga masih tayang di luar primetime. Pada dasarnya Yogyakarta memiliki potensi insan kreatif. Sehingga diharapkan, production house yang ada di Yogyakarta bisa membantu mewujudkan 3 poin di atas, serta membantu LPS dalam mewujudkan 10% penyajian konten lokal perhari. Dengan bantuan dari PH ini, diharapkan juga bisa mendatangkan profit bagi LPS serta production house, karena menurut peraturan KPI Pasal 68 No. 02/P/KPI/03/2012, konten lokal wajib ditayangkan pada primetime.

Sukiratnasari menambahkan pentingnya penayangan program siaran lokal, yaitu untuk mempertahankan kearifan lokal serta budaya yang ada. Seperti halnya Korea. Budaya korea bisa booming hampir di seluruh dunia. Mulai dari makanan, kesenian, industri kreatif, dll semua sudah bisa booming sampai hari ini. Oleh karena itu, KPID DIY sangat mengaharapkan dengan adanya konten lokal berkualitas, kearifan lokal serta budaya yang ada di Yogyakarta bisa semakin terangkat dan diketahui secara nasional.

Diskusi publik kali ini sebenarnya merupakan kegiatan  follow up terhadap forum diskusi yang pernah diadakan sebelumnya pada pertengahan Maret lalu. Forum diskusi ini dihadiri oleh Lembaga Penyiaran Swasta berjaringan. Mereka datang untuk memenuhi surat teguran yang dilayangkan oleh KPID DIY, berkaitan dengan teguran. Teguran tersebut berupa LPS berjaringan belum menjalankan penayangan program siaran lokal yang sesuai dengan peraturan KPI Pasal 68 No. 02/P/KPI/03/2012 tentang siaran lokal. LPS belum memenuhi kuota 10% program lokal setiap harinya dan program lokal wajib ditayangkan primetime. Pada forum ini, LPS telah menyampaikan kendala-kendala utama yang dihadapi selama penayangan program lokal, diantaranya faktor sumber daya manusia, budget, LPS sudah terikat kontrak dengan acara-acara yang sudah ada sebelumnya, penayangan program lokal belum mendatangkan profit bagi LPS, serta mahalnya pengiriman paket produksi program lokal melalui satelit.

Berpijak pada kendala-kendala yang disampaikan LPS pada forum diskusi Maret lalu, maka KPID mengambil jalan tengah untuk memfasilitasi LPS berjaringan dipetemukan dengan production house yang ada di Yogyakarta. Dengan pertemuan ini, kehadiran production house diharapkan bisa membantu LPS menyajikan program lokal yang bermutu serta berbudaya bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan tentunya sesuai dengan P3SPS.

Problematika yang dihadapi oleh LPS berjaringan yang berkaitan dengan penayangan program lokal, sebenarnya sudah seperti lngkaran setan. Biaya produksi program lokal dengan nasional, serta jumlah SDM unuk mengerjakan program lokal serta nasional, hampir sama besarnya. Yang membedakan adalah keuntungan yang masuk melalui program lokal dengan program nasional. Sejauh ini program lokal belum mendatangkan keuntungan bagi LPS, sedangkan program nasional sudah tentu mendatangkan keuntungan. Namun menurut Arief Budiman, pada dikusi publik ini beliau menyampaikan alasan mengapa banyak program lokal yang gagal. Hal ini sangat dimungkinkan karena sebagian besar hanya berorientasi pada profit. Padahal seharusnya kehadiran program lokal bisa memberikan manfaat untuk khalayak penonton, bisa menjadi problem solver bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut pandangan Musa Asy’arie, dalam penyajian konten lokal LPS masih mengacu pada keuntungan, sebaiknya LPS meninjau dulu, apakah program yang dibuat ini sudah berkualitas dan menarik pihak sponsor? Jika menang LPS ingin mendapatkan keuntungan dari penayangan program lokal, maka LPS wajib membuat program yang kreatif serta berkualitas. SDM di DIY ini sebenarnya belum terkoordinir dengan baik serta sistematis dengan dunia bisnis dan industri. Musa Asy’arie menambahkan, problem utama yang dihadapi oleh LPS adalah pada kreativitas. Dan sebenarnya Yogyakarta ini memiliki potensi masyarakat yang kreatif yang bisa membantu mewujudkan program lokal yang kreatif, bermutu, & berkualitas. Kuncinya adalah, bagaimana memproduksi siaran lokal yang memiliki daya panggil bagi para sponsor.

Diskusi publik ini ditutup dengan harapan dari para narasumber, KPID DIY, serta audiens, mengharapkan sinergi perwujudan program siaran lokal bermutu dan berbudaya. Narasumber pun menambahkan agar insan kreatif di Yogyakarta bisa selalu mengasah kreat ivitas dalam menciptakan program-program yang berkualitas untuk masyarakat Jogja Istimewa.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *