Public Hearing : Ikhtiar Mencapai Iklim Penyiaran Lebih Baik

Public Hearing 4-5 Maret 2015 (6)

KPID DIY telah menggelar Forum Public Hearing dan Temu Stakeholder Penyiaran bersama semua stakeholder penyiaran dari DPR RI Komisi 1, para penyelenggara Penyiaran Komunitas dan swasta baik televisi maupun radio di DIY dan para pemerhati dinamika penyiaran di DIY.

Kegiatan kali ini bertema “Ikhtiar Mencapai Iklim Penyiaran Lebih Baik” dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama pada hari Rabu tanggal 4 Maret 2015 dan hari kedua pada hari Kamis tanggal 5 Maret 2015. Adapun tempat terselenggaranya di Aula Plaza Informasi Dishubkominfo DIY.

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang dirancang KPID DIY sebagai satu ikhtiar mengurai problem penyiaran, khususnya lembaga penyiaran komunitas dan swasta.

Public Hearing 4-5 Maret 2015 (2)

Diskusi publik pada hari pertama materi disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI H.A. Hanafi Rais, S.I.P., M.P.P. dan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Siaran KPID DIY Ahmad Ghozi Nurul Islam, S.Fil.. Sebagai moderator diskusi publik kali ini adalah Trapsi Haryadi, S.I.P. Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Siaran KPID DIY.

Hanafi Rais memaparkan masalah yang dihadapi oleh radio komunitas di tengah adanya otonomi daerah dimana dunia penyiaran masih bersifat sentralistis. Beliau mengharapkan agar hasil revisi Undang-Undang Penyiaran lebih berpihak kepada LPK, karena selama ini cenderung lebih berpihak kepada LPS. Selain itu, Hanafi juga memaparkan dan menjelaskan bahwa penyiaran komunitas itu diperuntukkan untuk mengangkat dan mengembangkan lokal serta diharapkan lebih bisa mengedepankan ideologi daripada sisi komersial. Selanjutnya, beliau memaparkan tantangan pemerintah dalam menghadapi era digital dan sikap yang perlu diambil kepada lembaga penyiaran yang masih analog.

Pemaparkan tugas dan kewajiban KPI/D yang salah satunya adalah ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait disampaikan oleh Ahmad Ghozi Nurul Islam. Selanjutnya, beliau memaparkan permasalahan terkait LPK dimana kanal yang tersedia sangat terbatas sedangkan pemohon yang sangat banyak. Beliau sekaligus juga menjelaskan mengenai perkembangan LPK di Yogyakarta dan kendala yang ada, serta salah satu solusi yang bisa dilakukan yaitu time sharing. Ahmad Ghozi juga memaparkan nilai strategis dari LPK.

Public Hearing 4-5 Maret 2015 (5)

Pada hari kedua, narasumber diskusi publik antara lain Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI H.A. Hanafi Rais, S.I.P., M.P.P. dan Supadiyanto, S.Sos.I., M.I.Kom. Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran. Sebagai moderator yaitu Hajar Pamundi, S.T. Komisioner Bidang Kelembagaan KPID DIY.

Melanjutkan diskusi publik pada hari pertama, Hanafi Rais memaparkan apa saja yg perlu diagendakan secara politik, kelembagaan mengenai revisi Undang-Undang Penyiaran. Selain itu, Kepentingan dan keberpihakan untuk penyiaran lokal perlu di dorong secara kuat dalam revisi Undang-Undang tersebut. Hanafi juga memaparkan langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah di dunia penyiaran. Pertama, penguatan kelembagaan KPI (wewenang, tugas dan kewajiban). Kedua, perizinan siaran lokal sebaiknya diberikan ke KPID. Ketiga, penegakan hukum diperjelas  dan dipertegas (sanksi, teguran, hukuman) untuk siaran  dan iklan yang memuat kekerasan dan tayangan tidak bermutu lainnya.

Hanafi Rais mengharapkan KPID lebih memprioritaskan lembaga penyiaran yang menyiarkan siaran lokal murni, agar persiangan lebih sehat dan pro siaran lokal.

Public Hearing 4-5 Maret 2015 (3)

Pemaparan materi kedua oleh Supadiyanto, S.Sos.I., M.I.Kom. dengan mengambil tema “Darurat UU Penyiaran”. Beliau memaparkan permasalahan yang ada seperti soal konglomerasi (aglomerasi) media, Induk regulasi penyiaran masih “analog” sementara perkembangan Telematika sudah jauh melaju menuju “peradaban digital”, eksistensi KPI (Pusat dan KPID) sebagai salah satu regulator di bidang penyiaran Indonesia makin terkerdilkan, dan dominasi program Jakartanan, program lokal tiarap.

Supadiyanto juga mencoba untuk memaparkan masalah di DIY. Pertama, tentang struktur kelembagaan KPID DIY dalam peta birokrasi di DIY belum sepenuhnya merepresentasikan KPID DIY sebagai lembaga independen negara. Kedua, tentang wilayah layanan DIY dan Jateng berbenturan di Solo Raya dan Magelang, memicu “perseteruan“ antara KPID DIY dan KPID Jawa Tengah.

Ada beberapa sebab mengapa revisi UU Penyiaran No.32 tahun 2002 untuk disegerakan. Pertama, menurut Supadiyanto UU no 32 tahun 2002 belum mengatur secara khusus mengenai industri penyiaran digital. Kedua, eksistensi KPI sendiri mengenai wewenang, tugas dan kewajiban idealnya semakin diperluas. Ketiga, eksistensi LPP, LPS, LPK dan LPB (pasal 14-19) harus didudukkan kembali secara proporsional, baik dalam hal perizinan maupun program siaran. Keempat, sanksi administratif yang terdapat pada Pasal 55 ayat 2, dalam praktiknya membutuhkan waktu relatif lama. Kelima, perevisian PPP dan SPS menjadi hal urgent dan darurat, mengingat perkembangan zaman dan kemajuan telematika.

Menurut Supadiyanto, bangsa ini membutuhkan UU konvergensi multimedia massa, maupun telematika yang menggabungkan secara sinergi beberapa UU yang mengatur berbagai media massa. (MRS)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *