Diskusi Publik : Sinergi Menata Sistem dan Struktur Siaran di DIY

Diskusi Publik 23 November 2015 (1)

Dalam rangka menyinergikan tatanan sistem dan struktur siaran di DIY, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY mengadakan diskusi publik bertema “Sinergi Menata Sistem dan Struktur Siaran di DIY” pada Senin tanggal 23 November 2015  di Aula Plaza Informasi Dishubkominfo DIY.

Adapun narasumber dalam diskusi publik adalah Komisioner KPID DIY Ahmad Ghozi Nurul Islam, S.Fil., Kepala Balmon Ir. Slamet Wibowo, M.M., Akademisi/Dosen IST AKPRIND Samuel Kristiyana, S.T., M.T.. Diskusi publik dimoderatori oleh Komisioner KPID DIY Trapsi Haryadi,S.I.P..

Diskusi publik dibuka oleh Ketua KPID DIY Sapardiyono,S.Hut.,M.H.. Sebelum diskusi publik dimulai, Ketua KPID DIY menyerahkan IPP Prinsip kepada NET TV Jogja, Kresna TV, dan Eltira FM.

Pemaparan pertama disampaikan oleh Komisioner KPID DIY Ahmad Ghozi Nurul Islam. Menurutnya, kapasitas ideal yang memungkinkan di DIY untuk radio komunitas tidak lebih dari 10. Satu tahun ini KPID DIY mendorong semua RK masuk, kemudian dilakukan penataan. Ketika radio komunitas diberi kebebasan, akan seperti jamur di musim hujan. Oleh karena itu, harus dimoraturium pada titik tertentu. Sebagai solusi, KPID merekomendasikan adanya time sharing untuk LPK, karena kanal FM LPK ada 3 kanal, LPS : 38 kanal, LPP : 4 kanal. Radio komunitas bisa memanfaatkan frekuensi AM, yaitu kanal 17 dan kanal 19. Frekuensi FM ada klasifikasi B dan C. Frekuensi FM di jogja terdapat 2 kelas. Kelas B frekuensi FM kota yang jumlahnya ada 14, kelas C frekuensi kabupaten terdapat 30. Menurut Ghozi, agar objek penataan struktur siaran lebih tertata, sebaiknya menyelesaikannya harus bekerjasama dengan Balmon.

Kepala Balmon DIY Slamet Wibowo
Kepala Balmon DIY Slamet Wibowo

Kepala Balmon DIY Slamet Wibowo menyampaikan bahwa ketentuan kanal untuk komunitas hanya 3, kanal 202, 203, 204. Kuat medannya pun maksimal 66 dbu. Kanal 204 besebelahan dengan kanal frekuensi penerbangan dan berpotensi interfensi. Aspek teknis untuk LPS hampir sama. Semua wilayah layanan telah diberikan jatah kanal dan kanal terakhirnya selalu memiliki perbedaan dengan kanal untuk komunitas. Kota madya ada kanal-kanal yang tidak sesuai dengan peraturan menteri. Ini ber ISR tapi tidak sesuai masterplan. Jika dilihat mappingnya terlihat berantakan. Slamet memberikan gambaran untuk menambah jumlah kanal. Misal Jogja, kanal terakhir Kulon Progo 197, beda sejauh 4 kanal pertama komuintas (kanal 202). Lain halnya dengan Gunung Kidul yang jika diakumulasi bisa bertambah hingga 10 kanal.

Samuel Kristiyana
Samuel Kristiyana

Menurut Samuel Kristiyana, radio komunitas menurut undang-undang, harusnya memancar maksimal 2,5 km. Namun yang terjadi sekarang, rakom justru bangga jika pemancarnya sampai jauh. Penyimpangan hakekat rakom, ada dua secara teknis dan secara isi. Isi siaran oleh KPID, teknis oleh balmon. Selanjutnya masalah sertifikasi. Topografi DIY dari laut sampai puncak merapi warnanya berbeda di peta. Perilaku sinyal ini tidak bisa disamakan dengan flat tadi. Perlu ada dua studi yaitu topografi dan sinyal. Permasalahan lain yang muncul di lapangan diantaranya jarak antar pemancar, coverage yang saling overlapping dan band frekuensi yang sama. Samuel mengusulkan solusi permasalahan tersebut seperti memperpanjang jarak antar pemancar, mengatur coverage pancaran, membuat frekuensi yang berbeda, dan bergantian memancar (time sharing).

Diskusi publik juga dihadiri oleh komisioner KPID DIY lainnya, perwakilan lembaga penyiaran di DIY, tokoh masyarakat, budayawan, mahasiswa, serta masyarakat umum di DIY.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *