Tantangan KPID Kedepan

maxresdefaultOleh : Sapardiyono. S.Hut.MH.

Ada dua tantangan penting yang akan dihadapi oleh para anggota KPID periode 2017-2020. Pertama  ia harus tunduk pada  Undang-Undang Penyiaran “Baru”, yang mengatur tentang digitalisasi  penyiaran. Kata baru sengaja diberi tanda kutip  sebab sampai saat tulisan ini ditulis DPR RI masih belum ada kata sepakat dan sepaham tentang bagaimana frekuensi sebagai barang milik publik yang bersifat terbatas dikelola.  Kedua, harus menjalankan misi untuk melaksanakan Perda  No 13 tahun 2016 Tentang Penyelenggaran Penyiaran, dimana diatur di dalamnya kewajiban melaksanakan program siaran lokal sebesar 10% untuk televisi dan 60% untuk Radio.

Digitalisasi media, Seperti apa yang sudah dijelaskan di atas, adalah sebuah keniscayaan yang regulasinya sudah menjadi norma utama dalam RUU Penyiaran yang sedang digodog Badan Legislasi DPR RI, yang pada akhir tahun ini direncanakan akan disahkan. Isu utama dari proses digitalisasi media ini adalah siapa yang akan menjadi pengelola frekuensinya.  Isu ini tentu sangat penting mengingkat frekuensi adalah barang milik negara yang bersifat terbatas dimana sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 dikelola oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Komisi I DPR RI sebetulnya dalam draf RUU yang dikirimkan ke Badan Legislatif DPR sudah memilih model  Single MUX  sebagai suatu pilihan final, dimana TVRI dan RRI sebagai representasi dari negara diberi wewenang untuk mengelola frekuensi ini. Namun demikian  Badan Legislatif  DPR mempunyai usulan lain yaitu multi MUX dimana peran lembaga penyiaran swasta terutama yang eksisting juga akan diberi kewenangn untuk mengelola MUX. Dua argumentasi utama inilah yang akhirnya menunda disahkannya RUU menjadi Undang-Undang Penyiaran Baru.

Terlepas dari perdebatan tentang apakah single MUX ataukan Multi MUX yang akan diputuskan oleh DPR RI, di D.I. Yogyakarta dengan diberlakukannya digitalisasi penyiaran ini  akan segera menumbuhkan  industri televisi baru. Televisi misalnya  yang tadinya hanya berjumlah 16  kanal  dapat bertambah menjadi 6 kali lipat atau lebih dari  72 kanal televisi baru. Kondisi ini tentu akan menimbukan persaingan usaha yang sangat ketat untuk memperebutkan kue bisnis atau iklan. Tugas KPID tentu akan semakin berat karena harus mengawasi konten siaran  dari jumlah televisi yang begitu banyak.

Selain  problem yang bersifat nasional tersebut diatas, tugas KPID juga mengalami peningkatan tugas yang cukup berat terutama berkaitan dengan pengawasan program siaran lokal yang secara rinci diatur dalam  Perda no 13 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Semangat dari perda ini sebetulnya berangkat dari salah satu pilar keistimewaan DIY yaitu kebudayaan yang akan disingkronkan dengan dengan aturan bahwa semua televisi termasuk yang berjaringan punya kewajiban menayangkan program siaran lokal sebesar 10 %. Perda ini memperkuat peran Pemda dan KPID untuk memastikan bahwa kewajiban menayangkan program siaran lokal tersebut dipatuhi oleh semua lembaga penyiaran.

Upaya pemenuhan program siaran lokal ini tentu saja bukan  persoalan mudah, karena bagi televisi Sistem Siaran Berjaringan (SSJ) atau televisi yang mempunyai induk di Jakarta pelaksanaan program siaran lokal masih dianggap sebagai beban. Ia diwajibkan terus memproduksi dan menyiarkan konten lokal tapi tidak ada pendapatan  atau iklan yang masuk  sebagai ganti ongkos produksinya. Dalam hal ini perspektif yang bersifat business oriented masih mendominasi pengambilan keputusan. Pendekatan dan negosiasi perlu terus dicoba, semestinya harus dipahamkan bersama bahwa frekuensi yang dipergunakan untuk menghantarkan program siaran adalah milik negara, barang ini bersifat terbatas dan harus dipergunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dalam hal ini mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang baik dan benar serta bermanfaat bagi kehidupannya. Semoga dua hal penting itu dapat dilaknakan dengan baik. Amiin.

Comments

comments

PERAN KPID DIY DALAM MENGAWAL SIARAN BERBASIS KEISTIMEWAAN

agnes

 

 

 

Agnes Dwirusjiyati, S.Pd.

Koordinator Pengawasan Isi Siaran

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sebutan sebagai kota budaya, pariwisata, kota pelajar dan menjadi miniatur Indonesia karena keberagaman suku, agama, etnis dan budaya yang berkembang. Keistimewaan DIY meliputi tata ruang, budaya, kelembagaan, pertanahan dan berbagai kreativitas non kebendaan yang tersebar di kabupaten dan kota memerlukan penyebaran informasi melalui media radio dan televisi. Masyarakat bisa memanfaatkan media sebagai sarana pengembangan potensi di daerah,berita daerah, penyuluhan agama dan kepercayaan,  hiburan, komunikasi dan informasi mengenai DIY kepada pihak luar.

Tugas dan kewajiban KPID DIY selain dilandasi oleh UU Penyiaran, juga didasari oleh Undang-Undang No 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY serta Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 13 tahun 2016. Dengan ciri khas KeIstimewaan DIY maka peran penyiaran menjadi salah satu sarana komunikasi penting bagi masyarakat DIY, karena mencakup sarana komunikasi masyarakat, informasi dari pemerintah, bisnis dan penyiaran sendiri. Sehingga penyiaran menjadi salah satu ruang aspirasi masyarakat DIY. KPID DIY memiliki peran untuk menjadi media komunikasi dan informasi yang memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat mengembangkan kepribadian masyarakat DIY. Dalam kontribusi pada Keistimewaan DIY maka KPID memiliki kontribusi yang luas bagi sistem teknologi yang memuat unsur pengetahuan, harmoni, sosial budaya yang universal, sistem teknologi yang dapat mendukung berkembangnya DIY.

Lembaga penyiayan di DIY memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan program siaran yang mencerminkan filosofi budaya Yogyakarta yaitu  kegotongroyongan, kekeluargaan, kebersamaan, toleransi, dan tata nila yang luhur. Oleh karena itu lembaga penyiaran di DIY patut menghindari informasi yang lebih mengedepankan konflik namun tidak disertai dengan upaya-upaya berbagai pihak dalam menyumbangkan  perdamaian, kebersamaan, toleransi. Perspektif filosofis seperti ini amat penting karena DIY juga menjadi sorotan masyarakat nasional yang dalam beberapa tahun terkhir ini ditengarai  dengan terjadinya sejumlah peristiwa intoleransi.

Media diharapkan mengangkat potensi daerah meliputi keberagaman budaya, potensi seni, adat istiadat yang menjadi ciri dari keistimewaan DIY. Media harus mampu menghadirkan nilai-nilai keistimewaan yang mudah dipahami masyarakat serta mengandung unsur nilai-nilai luhur yang dapat dikembangkan untuk kemajuan daerah dan menjadi tuntunan bagi masyarakat.

Dalam perspektif hukum dan politik, lembagai penyiaran di DIY juga menjadi ruang ekspresi aspirasi warga yang beragam-ragam secara etnik, pendidikan, maupun sosial ekonominya. Di sisi lain, lembaga penyiaran juga mendorong dilakukannya penegakan hukum atas berbagai pelanggaran baik yang dilakukan  masyarakat, kalangan bisnis maupun bagian dari aparat pemerintah sendiri. Lembaga penyiaran di DIY menjadi mitra sekaligus pengawas pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat, tata sosial yang berbhinekatunggalika, menciptakan pemerintahan yang baik yang tanggap pada masyarakat, dan ikut melembagakan peran dan tanggungjawab Kasultanan maupun Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta.

Dalam perspektif budaya, semua lembaga penyiaran lebih mengedepankan sikap gotongroyong, kebersamaan, toleransi di kalangan pemerintah, masyarakat dan kalangan bisnis dalam membangun kota dan kabupaten. Dalam perspektif ini pula lembaga penyiaran DIY dalam pantauan KPID selayaknya memberikan ruang-ruang yang lebih terbuka untuk kaum perempuan, anak muda dan anak-anak.

Semangat  demokrasi yang menjadi sikap universal, yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan, menjunjung tinggi keberagaman, mendorong penegakan hukum serta membangkitkan kehidupan ekonomi masyarakat dapat didukung dan dijembatani oleh media penyiaran, televisi dan radio. Di sinilah peran Komisioner KPID dalam memantau dan mendorong lembaga penyiaran untuk menjalankan hak dan kewajibannya  menggali, mengolah menyebarkan informasi bagi khalayak. Lembaga penyiaran daerah ditantang untuk menjadi media yang beretika, penyeimbang bagi kecenderungan media sosial yang menampilkan pesan-pesan negatif.

Comments

comments

MEWUJUDKAN PROGRAM SIARAN YANG BERKUALITAS

Drs. I Made Arjana Gumbara, Ketua KPID Yogyakarta 2017-2020

PENDAHULUAN

            Frekuensi adalah ranah publik. Ini kata kunci yang penting. Meski tidak semua orang memahami maknanya. Bahkan terbangun persepsi keliru di kalangan “owner”, seolah-olah frekuensi yang diduduki sekarang dapat dikuasai seumur hidup, diwariskan secara otomatis kepada keturunannya, dan dapat dipindahtangankan.

            Pemikiran frekuensi sebagai ranah publik itulah yang membuat mengapa sebelum bersiaran suatu lembaga penyiaran wajib terlebih dahulu melalui proses perijinan. Sebagai sumber daya alam yang terbatas, pengelolaan frekuensi memang harus dapat dioptimalkan pemanfaatannya bagi kesejahteraan banyak orang. Continue reading “MEWUJUDKAN PROGRAM SIARAN YANG BERKUALITAS”

Comments

comments

Antusias, Lembaga Penyiaran Mengikuti Anugerah Peyiaran KPID DIY 2017

Yogyakarta – Berbagai lembaga penyiaran televisi dan radio di DIY antusias mengikuti Anugerah Penyiaran KPID DIY. Berdasarkan data yang diterima panitia Anugerah Penyiaran KPID DIY, hingga Kamis, 16 Maret 2017 pukul 16.00 WIB tercatat sudah ada 34 lembaga penyiaran yang mengirimkan karya-karya terbaik mereka.

Adapun lembaga penyiaran yang sudah mengirimkan karya mereka adalah: TV One Yogya, RCTI Yogya, MNC TV Yogya, Indosiar Yogya, TVRI Yogya, Trans TV Yogya, Trans 7 Yogya, RBTV, Kresna TV, ANTV Yogya, SCTV Yogya, Jogja TV, ADI TV, NET Yogya. Selain itu adalah Radio Megaswara, MQ FM, Sonora FM, Smart FM, Yasika FM, Handayani Adhiloka FM, Kota Perak FM, Radio Q FM, RB FM, GCD FM, JIZ FM, Geronimo FM, MBS FM, Sasando FM, Star Jogja FM, Swaragama FM, Rakosa FM, Unisi FM, RRI Yogya, dan Istakalisa FM.

Untuk selanjutnya, seluruh naskah atau materi yang sudah dikirimkan ke meja panitia Anugerah Penyiaran KPID DIY 2017 dinilai oleh para dewan juri terhitung sejak 17 Maret s/d 17 April 2017. Hasil penjurian sekaligus penghargaan kepada para pemenang akan diumumkan pada Puncak Perayaan Anugerah Penyiaran KPID DIY pada Kamis, 20 April 2017 pukul 17.00-19.00 WIB di Stasiun TV Yogyakarta dan disiarkan secara langsung. (SPD)

 

 

 

 

Comments

comments

PERAN MEDIA : MENYOAL INTOLERANSI DALAM KEBHINEKAAN BERMASYARAKAT

Kasus intoleransi yang berujung pada kekerasan sosial sepertinya sudah menjadi budaya baru bagi bangsa Indonesia yang dikenalsebagai bangsa yang ramah dan sopan. Masih hangat ingatan kita dengan kasus yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia seperti penutupan tempat ibadah, pelarangan aktivitas ibadah, tidak dikeluarkannya izin mendirikan tempat ibadah, dan larangan melakukan diskusi di kampus hingga kasus intoleransi yang berujung pada perusakan dan kekerasan sosial. Kejadian intoleransi yang berimbas pada kekerasan sosial tentu menjadi komoditas yang laku untuk diperjualbelikan.Media massa masih menganggap “Bad news is a good news” karena berita-berita seperti itupasti akan menarik perhatian masyarakat.

Dengan melihat fenomena seperti itu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID DIY) mengadakan sebuah kegiatan forum diskusi publik yang bertema “Menyoal Intoleransi dalam Kebhinekaan Bermasyarakat. Apa Peran Media?” pada hari Senin tanggal 23 Mei 2016 bertempat di Aula Dinas Komunikasi dan Informatika DIY Jl. Brigjen Katamso.

Adapun tujuan dari terselenggaranya forum ini untuk membuka wawasan masyarakat bahwa apa yang dilakukan oleh media dapat berdampakpada sikap intoleransi yang dapat berujung pada kekerasan sosial di masyarakat, meningkatkan kesadaran akan pentingnya “melek media” (media literacy) karena apa yangdisampaikan oleh media kadang tidak selalu sesuai dengan realitas social, dan memberikan masukan kepada media agar berperan sebagai penengah dan pencari solusiatas berbagai tindakan intoleransi dan kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia.

Keterangan dari pembicara pertama, AKBP Suswanto, S.Ik., M.Si selaku Wadirintelkam Polda DIY untuk menghindari serta mengatasi konflik intoleransi, perlu menggunakan langkah strategis, dan sebaiknya dimulai dengan pembangunan dari lingkungan terdekat, misal dari suami-istri, keluarga, masyarakat tempat tinggal. Lingkungan paling dekat yang harus dibangun terlebih dahulu, selain itu didampingi dengan pembangunan spiritual, belajar untuk saling menghargai perbedaan satu dengan yang lainnya.

Menurut Hafizen dari Lembaga Kajian Islam Sosial, Media cetak, media elektronik menjadi hal yang sangat penting untuk membentuk pola pikir masyarakat, oleh karena itu, media televisi sering disebut sebagai magic box. Media harus menjadi alat untuk penyampai informasi yang sesuai dengan fakta, bisa menjadi early warning system, sebagai social control masyarakat, dan diharapkan media harus lebih condong dalam membela kepentingan hak asasi manusia, bukan malah mementingkan kepentingan politik pemilik media.

Sedangkan, Hajar Pamundi, S.T. selaku Komisioner KPID DIY mengharapkan kekerasan dan intoleransi tidak menjadi budaya di Yogyakarta. Media seharusnya menaati asas, tujuan, fungsi, serta arah penyelenggaraan penyiaran yang telah ditetapkan pada UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 serta sesuai dengan tujuan yang tercantum pada bagian ke empat pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Media memiliki beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir intoleransi serta kekerasan, diantaranya talkshow melibatkan tokoh yang netral, iklan layanan masyarakat, dan radio komunitas. Radio komunitas berperan sebagai media yang mampu merangsang demokrasi dan dialog masyarakat sekitar radio komunitas, menenangkan dan mendamaikan susasana, dan sebagai social warning system. (mrs)

Comments

comments